Rilis Media Aliansi Rakyat Bergerak (ARB): Rakyat Menggugat: Lawan Oligarki, Bangun Demokrasi yang Berkeadilan

Apr 25, 2022 | 0 comments

Belum lama ini kita digempur banyak masalah yang datangnya dari pemerintah, hampir semuanya berkaitan langsung dengan kebutuhan hidup rakyat. Mulai dari kelangkaan minyak goreng, kenaikan harga BBM dan pajak.

Pada bulan Maret 2022, dua orang ibu di Berau dan Samarinda meninggal dunia setelah berjejalan selama berjam-jam mengantri minyak goreng. Kelangkaan minyak goreng menjadi pemicu hilangnya nyawa mereka. Kedua nyawa itu melayang demi mendapatkan pasokan minyak goreng tidak lebih dari 2 liter per orang.

Di tengah kelangkaan minyak goreng pemerintah Indonesia justru mencabut Harga Eceran Tertinggi (HET) minyak goreng. Hal itu menyebabkan kenaikan harga minyak goreng sebesar 47% (curah) dan 73% (kemasan) menambah penderitaan rakyat di tengah pandemi Covid-19 yang belum juga reda.

Momen kelangkaan dan naiknya minyak goreng bukan menjadi persoalan satu-satunya yang menghujam kehidupan rakyat. Awal bulan ini, pemerintah meresmikan kenaikan harga BBM dengan jenis pertamax, yang sebelumnya Rp.9.000 menjadi Rp.12.500. Kita bisa belajar dari sejarah. Kenaikan harga BBM menjadi salah satu pelumas naiknya harga kebutuhan pokok lain di pasaran. Beriringan dengan naiknya harga pertamax, pasokan BBM berjenis pertalite makin sukar ditemukan.

Tidak hanya itu, di tengah penderitaan rakyat yang kian menumpuk, pemerintah telah menambah derita baru dengan menaikan tarif PPN. Rencana kenaikan tarif listrik dan gas yang digulirkan oleh pemerintah juga semakin menegaskan wajah negara sebagai teror bagi rakyat. Di tengah derita pandemi covid-19 dan ketidak becusan pemerintah dalam memberi rasa aman dan nyaman bagi rakyat, pemerintah telah menjadi peneror utama bagi rakyat.

Dua liter minyak goreng yang mesti ditukarkan dengan 2 nyawa, naiknya harga kebutuhan pokok, seperti minyak goreng dan BBM, memaksa kita untuk kembali mengencangkan ikat pinggang agar tidak mudah lapar. Sebab, kebutuhan untuk makan 3 kali sehari harus dibagi dengan kebutuhan pokok lainnya. Rakyat makin terbenam ke dalam jurang penderitaan.

Penderitaan yang melingkari kehidupan rakyat saat ini bermuara pada kuasa dan suara tunggal pemerintah yang kawin-mawin dengan pengusaha. Cerminan telanjang dari kondisi demikian ialah penerbitan Omnibus Law di tengah penolakan rakyat di seluruh wilayah, pencabutan UU Minerba, serta penetapan proyek Ibu Kota Negara di Kalimantan yang menyerap anggaran 466 triliun rupiah.Kebijakan itu berdiri di atas kerusakan lingkungan yang semakin luas, perampasan ruang hidup rakyat, gelombang jutaan buruh yang mengalami Pemutusan Hak Kerja, sekaligus lebarnya jurang ketimpangan. Kita dipaksa untuk membuang jauh-jauh imajinasi bahwa suara rakyat hadir dari setiap kebijakan yang digulirkan oleh pemerintah.

Mari kita tengok kembali, kebijakan mana yang melibatkan partisipasi rakyat?

Ratusan proyek yang termaktub dalam bingkai Proyek Strategis Nasional (PSN) dengan dalih kesejahteraan rakyat dan membuka lapangan kerja, misalnya, nyatanya menjadi mesin penggusur skala massal. Lahan-lahan produktif, pemukiman, maupun bentang ekologis yang sebelumnya dikelola dan dimanfaatkan secara kolektif oleh rakyat lenyap disulap menjadi jalan tol, bendungan, bandara, maupun kawasan-kawasan industri.

Konsesi lahan skala besar yang diberikan pemerintah kepada perusahaan perkebunan maupun pertambangan menjadi wajah lain penghilangan ruang penghidupan rakyat. Penggusuran ruang hidup, bukan semata-mata menghilangkan lahan-lahan yang menjadi topangan hidup rakyat, melainkan juga menghilangkan pengetahuan serta kebudayaan yang melekat di dalamnya.

Kemana semua keuntungan dari proses perampasan ruang hidup rakyat itu mengalir?

Kuasa dan suara tunggal pemerintah-pemodal besar di Indonesia yang hanya memikirkan keuntungan pribadi (keluarga), tidak menghitung risiko dan masalah bagi rakyat. Dirampasnya sarana produksi rakyat dalam bentuk lahan-lahan pertanian untuk kepentingan pemodal besar. Dalam kasus proyek PSN, IKN maupun industri perkebunan skala besar dikuasai oleh pemodal, bukan negara apalagi rakyat kebanyakan. Rakyat hanya semata-mata diserap sebagai buruh yang diperas keringatnya demi memuaskan keuntungan si pemilik pabrik. Sementara itu, banyak diantara korban penggusuran tidak mampu bersaing di pasar kerja sehingga mendorong mereka berjejalan di sektor kerja informal.

Pembungkaman dan pembunuhan rakyat Papua adalah wajah berikutnya banalitas penguasa. Penguasa secara brutal melakukan pembunuhan massal di tanah Papua. Suara yang muncul dari rakyat Papua atas hak menentukan nasib sendiri berbalas dengan moncong senjata dan darah rakyat.

Sudah saatnya kita mengganti watak tunggal suara penguasa. Rakyat mesti berkuasa secara politik. Selama ini suara politik rakyat telah dikoloni oleh partai politik, badan legislatif dan eksekutif, dalam skema demokrasi keterwakilan.. Selebihnya, selama ini suara politik rakyat hanya berakhir di bilik suara.

Tidak ada cara yang ampuh bagi rakyat untuk melayangkan keberatan atas langkah-langkah yang digulirkan oleh badan legislatif dan eksekutif. Periode pemilihan umum (Pemilu) lima tahun sekali terlalu lama dan memberikan porsi kekuasaan yang besar bagi pemerintah dan seringkali diselewengkan oleh kepentingan para penguasa. Karena itu, kita mesti merebut ruang politik kita dengan menggantikan demokrasi keterwakilan menjadi demokrasi langsung yang melibatkan semua orang.

Demokrasi langsung-partisipatoris memberikan ruang bagi rakyat biasa untuk menyalurkan aspirasinya secara langsung tanpa diwakilkan kepada partai politik manapun. Rakyat memiliki kewenangan untuk menentukan dewan-dewan yang tidak memiliki kuasa untuk menentukan keputusan dan sewaktu-waktu dapat dicabut mandatnya (recall) apabila langkah-langkahnya bertentangan atau tidak sesuai dengan aspirasi warganya. Inti dari keputusan yang diambil tetap berada di tangan rakyat.

Dengan demikian kami yang tergabung dalam Aliansi Rakyat Bergerak menyerukan kepada seluruh elemen rakyat untuk melakukan:

  1. Gagalkan kenaikan tarif PPN
  2. Gagalkan kenaikan harga Minyak Goreng
  3. Gagalkan kenaikan harga BBM
  4. Gagalkan wacana kenaikan harga dasar listrik
  5. Sahkan RUU Perlindungan pekerja rumah tangga (PRT)
  6. Gagalkan Omnibus law dan beserta peraturan turunannya
  7. Hentikan PSN yang merampas tanah rakyat
  8. Berikan Hak Menentukan Nasib Sendiri Bagi Bangsa West Papua
  9. Gagalkan pemindahan Ibu Kota Negara
  10. Gagalkan UU Minerba
  11. Hentikan Pertambangan yang merusak lingkungan
  12. Lawan Komersialisasi pendidikan melalui Revisi UU Sisdiknas
  13. Tuntaskan Kasus Kekerasan Seksual

Lawan Perampasan Tanah Rakyat