Kemensos menegaskan komitmennya untuk terus mendukung pendidikan inklusif dan akses pendidikan bagi seluruh anak Indonesia, termasuk anak-anak dari kalangan tidak mampu dan penyandang disabilitas. Salah satu bukti nyata dari komitmen ini terlihat dalam penataan kawasan di sekitar Sekolah Luar Biasa Negeri (SLBN) A Pajajaran Bandung yang kini dipastikan akan tetap berdampingan secara harmonis dengan Sekolah Rakyat, sebuah lembaga pendidikan informal yang selama ini membantu anak-anak marjinal mendapatkan akses belajar.
Pernyataan resmi ini disampaikan oleh pihak Kemensos usai mencuatnya kekhawatiran masyarakat terkait keberadaan Sekolah Rakyat yang sempat dikabarkan akan digusur untuk keperluan penataan aset. Namun, setelah dilakukan kajian ulang serta dialog dengan berbagai pihak, termasuk pengelola sekolah dan masyarakat sekitar, Kemensos memutuskan untuk mempertahankan keberadaan Sekolah Rakyat dan justru merancang kolaborasi yang saling mendukung antara SLBN A Pajajaran dan Sekolah Rakyat.

Penataan Tanpa Penggusuran
SLBN A Pajajaran adalah sekolah luar biasa negeri yang secara khusus melayani siswa dengan disabilitas netra (tunanetra). Sekolah ini sudah lama menjadi rujukan pendidikan luar biasa di Bandung dan Jawa Barat. Di sisi lain, Sekolah Rakyat yang berdiri di lahan milik Kemensos juga telah berperan aktif memberikan pendidikan gratis kepada anak-anak dari keluarga kurang mampu di sekitar kawasan tersebut.
Isu penggusuran Sekolah Rakyat mencuat ketika muncul rencana renovasi dan penataan ulang kawasan SLBN A Pajajaran. Namun Kemensos, dalam klarifikasinya, memastikan bahwa penataan tersebut tidak akan mengorbankan fungsi sosial dari Sekolah Rakyat. Justru Kemensos melihat potensi sinergi antara kedua institusi pendidikan tersebut.
“Penataan kawasan SLBN A Pajajaran bukan untuk menggusur, tetapi justru untuk meningkatkan fungsi sosial dan pendidikan di kawasan itu. Sekolah Rakyat tetap ada, bahkan kami ingin mendukungnya secara struktural dan fasilitas,” ujar Direktur Jenderal Rehabilitasi Sosial Kemensos, Pepen Nazaruddin.

Komitmen terhadap Pendidikan Inklusif
Keputusan Kemensos untuk mempertahankan Sekolah Rakyat sejalan dengan visi besar pemerintah dalam mewujudkan pendidikan yang inklusif, berkeadilan, dan menjangkau semua lapisan masyarakat. Menurut data Kemensos, ribuan anak masih belum mendapatkan akses pendidikan yang layak, baik karena faktor ekonomi, lokasi, maupun kondisi fisik dan mental.
Melalui pendekatan kolaboratif seperti yang akan dilakukan di SLBN A Pajajaran dan Sekolah Rakyat, pemerintah ingin menunjukkan bahwa institusi negara bisa menjadi rumah bersama yang memberikan ruang bagi berbagai inisiatif sosial masyarakat.
Menteri Sosial, Tri Rismaharini, dalam berbagai kesempatan menekankan pentingnya dukungan negara terhadap inisiatif warga yang bertujuan untuk mengangkat martabat kaum marjinal. Menurutnya, Sekolah Rakyat adalah salah satu bentuk nyata dari gotong royong dalam bidang pendidikan.
“Kalau ada masyarakat yang mau berjuang membantu pendidikan anak-anak, itu harus kita dukung. Jangan dimatikan. Justru kita perlu hadir dan menguatkan mereka,” tegas Risma dalam pernyataannya.

Kolaborasi untuk Masa Depan Anak Bangsa
Dalam rencana terbaru Kemensos, kawasan SLBN A Pajajaran akan dikembangkan sebagai zona pendidikan terpadu. Artinya, tidak hanya SLBN dan Sekolah Rakyat yang akan berdampingan, tetapi juga akan didukung dengan fasilitas umum seperti ruang belajar terbuka, taman edukatif, dan pusat kegiatan anak.
Fasilitas-fasilitas ini nantinya akan dapat dimanfaatkan bersama oleh siswa SLBN maupun murid Sekolah Rakyat. Dalam jangka panjang, Kemensos juga membuka kemungkinan adanya pertukaran program, pelatihan guru bersama, serta kolaborasi kegiatan ekstrakurikuler.
Pengelola Sekolah Rakyat, dalam keterangannya, menyambut baik keputusan tersebut. Mereka mengaku lega dan optimis bahwa kolaborasi ini akan membawa dampak positif tidak hanya bagi murid, tetapi juga masyarakat sekitar.
“Kami sangat bersyukur karena Kemensos mendengar suara masyarakat. Ini bukan soal bangunan, tapi soal harapan anak-anak. Dengan kolaborasi ini, kami bisa lebih baik lagi dalam mendampingi mereka,” kata Arief, salah satu relawan pengajar di Sekolah Rakyat.
Dukungan Masyarakat dan Akademisi
Keputusan Kemensos juga mendapat dukungan dari kalangan akademisi dan aktivis pendidikan. Menurut Dr. Ratna Yunita, dosen pendidikan inklusif Universitas Pendidikan Indonesia (UPI), keputusan ini menjadi contoh baik bagaimana kebijakan pemerintah seharusnya melibatkan masyarakat dan mempertimbangkan aspek sosial yang lebih luas.
“Kemensos menunjukkan empati sekaligus rasionalitas dalam kebijakan ini. SLBN dan Sekolah Rakyat bisa menjadi model sinergi pendidikan formal dan informal yang saling menguatkan,” ungkapnya.
Masyarakat sekitar pun turut menyambut dengan positif langkah Kemensos. Mereka berharap kawasan SLBN A Pajajaran bisa menjadi pusat pembelajaran yang terbuka, inklusif, dan menjadi contoh penataan kawasan berbasis kepedulian sosial.
Penutup
Keputusan Kementerian Sosial untuk mempertahankan dan mendukung keberadaan Sekolah Rakyat di lingkungan SLBN A Pajajaran Bandung menjadi bukti nyata bahwa pembangunan tidak harus identik dengan penggusuran. Dengan pendekatan inklusif dan kolaboratif, justru pembangunan bisa menjadi momentum untuk memperkuat solidaritas sosial, memperluas akses pendidikan, dan memberikan harapan baru bagi masa depan anak-anak Indonesia.
Langkah ini tidak hanya menunjukkan keberpihakan pemerintah terhadap kaum marjinal, tetapi juga menjadi inspirasi bagi daerah lain untuk mengembangkan model pendidikan yang ramah, terbuka, dan menjangkau semua kalangan. Di tengah tantangan sosial yang kompleks, sinergi seperti ini adalah jawaban untuk menciptakan masa depan yang lebih adil dan setara bagi seluruh anak bangsa.