Jogja Darurat Sampah: WALHI Yogyakarta bersama LKY dan LBH Yogyakarta Menuntut Pemda DIY Sahkan Regulasi Plastik Sekali Pakai!

Written by walhijogja

siaran pers

Penutupan TPA Piyungan merupakan bentuk dari gagalnya pemerintah daerah Yogyakarta dalam mengelola sampah. Menurut surat edaran yang dikirim oleh Sekretaris Daerah Yogyakarta, TPA Piyungan ditutup karena penuh dan melebihi kapasitas. Penutupan TPA Piyungan berdampak pada lingkungan. Beberapa titik wilayah di Yogyakarta dipenuhi oleh gundukan sampah. Jenis sampah yang paling banyak ditemukan adalah sampah Plastik Sekali Pakai (PSP).

Sampah PSP berasal dari kemasan yang diproduksi oleh industri-industri besar, khususnya perusahan Fast Moving Consumer Good (FMCG). Perusahaan FMCG merupakan perusahaan yang bergerak memproduksi kebutuhan sehari-hari.

Penggunaan kemasan plastik yang dilakukan oleh industri-industri besar semakin tidak terkendali akibat regulasi yang tidak jelas. Hasil Brand Audit pertama yang dilakukan oleh WALHI Yogyakarta pada tahun 2023 menunjukkan bahwa terdapat sampah PSP, sebagai jenis sampah yang paling banyak mencemari lingkungan dengan presentase 72%. PSP tersebut dihasilkan oleh perusahaan-perusahaan FMCG seperti PT. Wings Indonesia, PT. Unilever Indonesia dan PT Indofood CBP. Setiap perusahan tersebut, rata-rata mempunyai sumbangan sekitar 20% sebagai industri pencemar lingkungan berjenis PSP. Disusul oleh perusahaan-perusahaan lain seperti Mayora, Danone, Uni-Charm, dan Siantar Top sebagai penyumbang sampah plastik yang mencemari pantai Baros dengan presentase antara 3%-6%. Kemudian pada kategori merek terdapat 10 brand teratas yang paling mencemari di Pantai Baros yaitu: Mie Sedap, Indomie, So Klin, Mie Goreng Spix, Fair n Lovely, Aqua, Sunlight, Freshco, dan Daya.

Plastik Sekali Pakai (PSP) digunakan karena murah, mudah digunakan, dan instan. Kemudahan penggunaan plastik sekali pakai justru berbanding terbalik dengan dampak yang dihasilkan olehnya. Penggunaan sampah plastik sekali pakai memindahkan beban tanggung jawab perusahaan atas produksi sampahnya ke konsumen.     Perusahaan tidak mengindahkan dampaknya pada lingkungan. Beberapa penelitian telah menjelaskan tentang dampak plastik sekali pakai yang berbahaya bagi manusia. Unsur plastik yang masuk ke dalam manusia dapat mengakibatkan kanker, gangguan pernapasan, dan ASI Ibu yang terpapar mikroplastik. Daya rusak plastik sekali pada kesehatan manusia seharusnya diawasi dengan ketat penggunaannya. Pemerintah DIY sebagai regulator harus tegas dalam membuat regulasi. Praktik hari ini menunjukkan bahwa pemerintah belum benar-benar serius dalam membuat regulasi tentang penggunaan sampah plastik sekali pakai.

Pasal 11 Perda DIY no 3/2013 terdapat kewajiban produsen menghasilkan produk dengan kemasan yang mudah terurai. Dalam Kajian Evaluasi Perda DIY bunyi pasal 11 akan ditambahkan bahwa produsen yang tidak menggunakan kemasan yang mudah terurai akan dikenakan kompensasi/retribusi. Rumusan tersebut didasarkan pada mekanisme Polutter Pays Principle dimana perusahaan mempunyai tanggung jawab atas beban biaya yang digunakan untuk memikul biaya pencegahan (preventive) atau biaya penanggulanan (restorative). Masih banyaknya sampah plastik sekali pakai pada data Brand Audit menunjukkan bahwa pemerintah belum benar-benar serius dalam menangani permasalahan sampah di DIY. 

Hasil penelusuran WALHI Yogyakarta juga membuktikan bahwa konsekuensi terhadap produsen belum optimal. Perda DIY nomor 3/2013 tentang pengelolaan sampah, belum dapat mengakomodir permasalahan sampah di DIY. 

pasal 9 menyebutkan salah satu kegiatan pengurangan sampah adalah pembatasan timbulan sampah.

Lembaga Bantuan Hukum (LBH) Yogyakarta menyebutkan bahwa seharusnya terdapat pembatasan sampah PSP yang dimunculkan dalam Perda DIY 3/2013:

 

Perda DIY 3/2013, pasal 9 menyebutkan salah satu kegiatan pengurangan sampah adalah pembatasan timbulan sampah. Dorongan seperti pembatasan sampah PSP menjadi salah satu alternatif yang bisa dilakukan. Beberapa pemerintah daerah telah melakukannya. Misalnya di Bali, Gubernurnya mengeluarkan Pergub Bali No. 97 Tahun 2018 tentang Pembatasan Timbulan Sampah Plastik Sekali Pakai atau kalau di tingkat kota ada Perwal Bogor 61 tahun 2018 atau perwal Semarang 27 tahun 2019, dll.”  Jelas Danang sebagai pengacara publik LBH Yogyakarta.

LBH Yogyakarta memberikan gambaran bagaimana Bali mempunyai pergub tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai.

LBH Yogyakarta memberikan gambaran bagaimana Bali mempunyai pergub tentang pembatasan timbulan sampah plastik sekali pakai. Sementara pada peraturan kota seperti Bogor dan Semarang juga mempunyai peraturan di tingkat kota yang mengesahkan pembatasan timbulan sampah. Peraturan tingkat daerah seperti di Bali dan peraturan di tingkat kota seperti Semarang dan Bogor menjadi bukti bahwa regulasi yang jelas merupakan salah satu upaya yang dapat dilakukan. Yogyakarta seharusnya mempunyai regulasi pengelolaan sampah yang jelas sehingga dapat meminimalisir kelebihan kapasitas seperti yang terjadi di TPA Piyungan. 

Selama ini narasi darurat sampah, hanya menganggap masyarakat sebagai penghasil sampah. Wacana yang dibangun adalah, masyarakat dianggap sebagai kelompok yang tidak pernah sadar dengan sampah-sampahnya. Timbulan sampah merupakan masalah struktural yang harus diselesaikan secara struktural juga. Perlu adanya berbagai pihak yang dilibatkan dalam persoalan darurat sampah di Yogyakarta. Hasil pemaparan data brand audit ditanggapi oleh Lembaga Konsumen Yogyakarta (LKY) untuk menghimbau dibuatnya kebijakan pelarangan pada penggunaan dan penjualan sampah plastik:

“Pemerintah daerah DIY, harus mulai menerapkan kebijakan pelarangan penjualan dan penggunaan plastik sekali pakai. Artinya, toko dan pasar, tradisional dan modern, tidak bisa lagi meyediakan plastik jenis ini. Beberapa wilayah lain, pelarangan itu memang akan membutuhkan waktu dan upaya dari semua pihak, tapi nyatanya berhasil juga.” Ungkap Nur Kholis dari LKY.

LKY mengungkapkan bahwa penggunaan plastik sekali pakai harus dihentikan. Pemerintah harus membuat regulasi pelarangan menggunakan dan memperjual-belikan plastik sekali pakai. Harapannya pelarangan penggunaan plastik sekali pakai akan membuat sampah-sampah plastik sekali pakai akan hilang dari rumah tangga. LKY juga mengingatkan agar pelaku ekonomi mulai dari skala kecil seperti pedagang kaki lima hingga industri-industri besar menghentikan penggunaan plastik sekali pakai. WALHI Yogyakarta merekomendasikan:

Pertama, pemerintah harus segera membuat regulasi yang mengatur tentang produksi sampah plastik sekali pakai. Kedua, sektor bisnis harus bertanggung atas sampah yang telah mereka produksi. Sektor bisnis harus mulai memikirkan bagaimana membuat produk-produk yang tidak mencemari lingkungan Ketiga pemerintah daerah harus memberikan fasilitas agar masyarakat dapat memilah sampahnya sendiri. Sampah-sampah yang telah dipilah harus dikelola oleh pemerintah daerah. Tujuannya mengurangi beban dan memperpanjang umur TPA. Keempat, Pemerintah daerah harus mempunyai mekanisme pengelolaan sampah yang ramah lingkungan. Kelima, Pemerintah daerah harus mendukung upaya-upaya yang telah dilakukan oleh masyarakat yang telah mampu mengelola sampahnya sendiri.

Related Articles

Related

Follow Us

Join

Subscribe For Updates 

Dapatkan update berita terbaru seputar analisis, siaran pers, serta beberapa hasil publikasi lainnya dari kami.

 

WALHI YOGYAKARTA
  • Beranda
  • analisis
  • tentang kami
Follow Us