Solusi Palsu Transisi Energi Debat Cawapres
Written by walhijogja
25 Januari 2024
Tema debat cawapres keempat kemarin mengambil tema pembangunan berkelanjuan, sumber daya alam, lingkungan hidup, energi, pangan, agraria, masyarakat adat dan desa. WALHI Yogyakarta menilai bahwa belum ada strategi atau pandangan baru dalam menuntaskan berbagai permasalahan lingkungan yang ada. Visi misi yang disampaikan cawapres dalam pengelolaan lingkungan sifatnya masih sangat top-down dan sentralistik.
Tema yang menjadi salah satu sorotan WALHI Yogyakarta adalah ide transisi energi yang disodorkan oleh ketiga cawapres. Diskursus mengenai transisi energi masih dipenuhi dengan solusi palsu dan bersifat sentralistik. Transisi energi hanya diarahkan pada cara-cara mengamankan korporasi yang terlanjur investasi di sektor energi fosil agar tidak mengalami kerugian. Akhirnya saat berbicara mengenai transisi energi tidak fokus pada akar masalah tata kelola produksi energi yang monopolistik dan eksploitatif. . Ketiga cawapres melupakan prinsip fundamental dari transisi energi, yaitu “transisi energi yang berkeadilan”.
Alih-alih membahas strategi transisi energi yang berkeadilan, ketiga cawapres justru sibuk membahas solusi palsu. Munculnya watak ekonomi ekstraktif melalui hilirisasi nikel. Hilirisasi nikel menjadi solusi palsu karena hanya merubah kendali dari energi kotor oleh pemodal menuju energi bersih yang juga dikendalikan oleh segelintir pemodal. Solusi penggunaan biofuel sebagai bahan bakar. Penerapan biofuel dipercaya mempercepat pencapaian net zero emisi. Namun, pendekatan ini membawa masalah baru. Bahan dasar biofuel adalah kelapa sawit. Penggunaan biofuel justru akan memperluas potensi deforestasi dan alih fungsi lahan untuk perkebunan kelapa sawit. Dampaknya akan terasa oleh masyarakat melalui kenaikan harga pangan karena kehilangan lahan dan area hutan akibat penggunaan energi tersebut. Akibatnya, biofuel mungkin dianggap lebih menguntungkan bagi perusahaan yang ingin beralih dari bahan bakar minyak ke sumber energi lainnya.
Solusi palsu yang ditawarkan lainnya adalah biomassa. Bahan baku biomassa diperoleh dari perkebunan, kayu, hutan tanaman energi, dan sampah, dalam bentuk pelet kayu, pelet organik, tandan kosong sawit, lamtoro, rabasan, kayu sagu, kayu sengon, dan limbah sawit. Studi dari Partnership For Policy Integrity (PFPI) menunjukkan bahwa pembangkit listrik berbasis biomassa dapat menghasilkan lebih banyak CO2 daripada Pembangkit Listrik Tenaga Uap (PLTU) batubara. Hal ini disebabkan karena kayu memiliki kepadatan energi yang lebih rendah daripada batubara, dan untuk menghasilkan jumlah listrik yang setara, dibutuhkan lebih banyak kayu. Penggantian batu bara dengan biomassa dapat mengakibatkan pelepasan karbon dioksida lebih tinggi ke atmosfer, diperkirakan mencapai 150% lebih tinggi per kWh dibandingkan PLTU Batubara, dan antara 300% – 400% lebih tinggi dibandingkan penggunaan gas.
Prinsip dalam transisi energi yang berkeadilan adalah menggunakan bauran energi yang harus disesuaikan dengan potensi sumber daya yang ada. Indonesia sendiri mempunyai beberapa bauran energi terbarukan seperti air (hydro), angin (bayu), dan surya yang sangat melimpah. Penggunaan bauran energi harus disesuaikan dengan potensi yang ada di wilayah-wilayah tersebut dengan mempertimbangkan daya dukung dan daya tampung lingkungan, dan kondisi sosial masyarakatnya. Kondisi sosial yang disesuaikan dengan masyarakat atau komunitas berfungsi untuk menentukan pengelolaan energi yang sesuai. Setiap individu atau komunitas mempunyai hak yang sama untuk mengonsumsi, mendistribusikan dan mengelola potensi sumber energinya secara mandiri sehingga prinsip keadilan dalam transisi energi dapat tercapai. Permasalahan dalam transisi energi tidak hanya pada jenis baurannya melainkan juga pada akses sumber energi menggunakan prinsip keadilan.
Terdapat tiga poin untuk mencapai prinsip keadilan dalam transisi energi yang berkeadilan. Pertama, keadilan prosedural yang menekankan pada peran masyarakat untuk berpartisipasi dalam proses pengembalikan keputusan atau tindakan dalam pengelolaan energi. Kedua, keadilan substatif yaitu prinsip yang berhubungan dengan keadilan dalam proses distribusi manfaat dan bebap kepada masyarakat dalam mengelola energi secara mandiri. Ketiga adalah keadilan rekognisi yaitu prinsip yang berhubungan dengan inklusifitas dalam proses pengelolaan energi. Artinya tidak boleh ada diskriminasi dalam proses pengambilan keputusan dalam pemanfaatan energi.
Prinsip-prinsip keadilan tersebut justru tidak menjadi pembahasan dalam debat cawapres. Prinsip keadilan dapat diwujudkan dengan membangun pengelolaan energi berbasis komunitas Salah satu praktik baik transisi energi berbasis komunitas dapat ditilik dari bagaiamana masyarakat desa Kedungrong di Provinsi Daerah Istimewa Yogyakarta mengelola Pembangkit Listrik Tenaga Mikro Hidro. Masyarakat desa secara kolektif mengelola sumber energi terbarukan guna memenuhi kebutuhan listrik desa secara mandiri.
Paradigma ini harus terus didorong dalam diskursus transisi energi, termasuk skema pembiayaan untuk mendorong tercapainya target transisi energi. Alih-alih insentif diberikan kepada industri energi berskala besar, lebih baik insentif diberikan kepada komunitas yang memiliki inisiatif melakukan pengelolaan energi secara mandiri dan berkelanjutan.
Related Articles
Related
Jogja Darurat Sampah: WALHI Yogyakarta bersama LKY dan LBH Yogyakarta Menuntut Pemda DIY Sahkan Regulasi Plastik Sekali Pakai!
Penutupan TPA Piyungan merupakan bentuk dari gagalnya pemerintah daerah Yogyakarta dalam mengelola sampah. Menurut surat edaran yang dikirim oleh Sekretaris Daerah Yogyakarta, TPA Piyungan ditutup karena penuh dan melebihi kapasitas. Penutupan TPA Piyungan berdampak...
Laporan Singkat Studi Brand Audit and Clean-up di Pantai Baros WALHI Yogyakarta 2023
WALHI Yogyakarta dengan organisasi dan komunitas pecinta alam mengadakan brand audit dan bersih pantai di Pantai Baror pada Februari lalu. Studi ini menganalisis brand audit dan bersih pantai dengan total dari seluruh sampah plastik sekali pakai yang ditemukan...
Yogyakarta Terhimpit Sampah: WALHI Yogyakarta Desak Pemerintah DIY Segera Lakukan Langkah Strategis
Pengelolaan sampah masih menjadi persoalan pelik yang dialami Daerah Istimewa Yogyakarta. Pada tanggal 21 Juli 2023 Pemerintah Provinsi DIY melalui surat Sekretariat DIY mengumumkan bahwa akan terjadi penutupan TPA Piyungan mulai tanggal 23 Juli 2023 hingga 5...
Follow Us
Join
Subscribe For Updates
Dapatkan update berita terbaru seputar analisis, siaran pers, serta beberapa hasil publikasi lainnya dari kami.
WALHI YOGYAKARTA
- Beranda
- analisis
- tentang kami